Selasa, 12 Maret 2013

Ubah Plastik Jadi BBM

Sebagai guru, Tri Handoko Mujiwibowo tak ingin hanya mengajarkan teori kepada anak didiknya. Guru Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Negeri 3 Kota Madiun, Jawa Timur, itu ingin mengaplikasikan teori-teori yang diajarkan kepada anak didiknya ke dalam bentuk kegiatan yang nyata, atau praktik.

"Dengan begitu, ilmu atau teori-teori yang diajarkan kepada anak didik tak di atas kertas saja. Tapi, ada wujudnya," kata Tri, panggilan Tri Handoko Mujiwibowo, mengawali perbincangannya dengan Media Indonesia, beberapa waktu lalu.

Teori yang diajarkan guru di sekolah, sambung Tri, jika diaplikasikan dengan benar, akan bermanfaat bagi banyak umat. Tidak hanya murid dan guru. "Tapi, sayangnya kebanyakan dari guru selama ini cuma mandek pada teori," tandasnya.

Hal itu banyak dialami guru dengan berbagai alasan. Bisa jadi itu disebabkan guru pasif, kurang mampu berinovasi dan tak memiliki daya kreasi, atau kurangnya perhatian sekolah atau pemerintah selama ini terhadap guru-guru yang memiliki kemampuan berkreasi.

Kurangnya perhatian dialami Tri. Ketika ia menciptakan alat daur limbah sampah plastik menjadi bahan bakar minyak (BBM), pihak sekolah tidak langsung merespons.

Namun, hal itu tidak menyurutkan langkah Tri. Ia terus memperkenalkan karyanya ke teman-teman guru. Kegigihan Tri akhirnya terwujud. Sekolah merespons dan menjadikan temuannya sebagai bagian dari pelajaran yang harus diikuti siswa di SMK 3 Kota Madiun.

Daur ulang

Guru elektronika dan teknik mesin listrik itu sejak 2008 mengajak anak didiknya membuat peralatan daur ulang sampah plastik menjadi BBM. Pemilihan proyek itu disebabkan Tri sering mendengar keluhan tentang sampah plastik yang sulit terurai dan keluhan masyarakat akan rencana penaikan harga BBM oleh pemerintah.

Sebelum mengajak anak didiknya, Tri terlebih dulu membuat peralatan itu di rumahnya dengan biaya sendiri. Pertimbangannya, ia harus bisa memberi contoh sebelum mengajak anak didiknya.

"Bagaimana guru bisa digugu dan ditiru jika tidak memberikan contoh dahulu? Jadi, saya harus praktik dulu membuat peralatan itu di rumah," ucap bapak dua anak itu.

Guna mewujudkan peralatan itu, Tri mengaku bekerja hingga larut malam. Rumahnya, lanjut Tri, sudah menyerupai bengkel atau gudang. Menggergaji atau mengelas dilakukan di dalam rumah. "Sampai sekarang, rumah saya pun masih seperti gudang. Tak ada pintunya," kelakar Tri.

Meski ia beberapa kali gagal, akhirnya gagasannya dapat terwujud. Tri berhasil mendesain peralatan untuk penyulingan plastik menjadi BBM. Alat proses pengolahan BBM dari limbah plastik itu cukup sederhana. Alat olah terbuat dari bekas tabung gas elpiji 3 kg, yang berfungsi sebagai tabung pemanas atau pembakar.

Tabung pemanas itu dihubungkan dengan pipa penyulingan yang kemudian disambungkan ke tabung penadah uap atau hidrokarbon. Tungku pembakarannya mempergunakan kaleng cat 100 kg. Tungku itu ia namakan 'tomcat', seperti nama serangga yang belum lama ini mewabah. Dengan peralatan sederhana itu, pembakaran hidrokarbon dijernihkan hingga layak menjadi BBM. Berdasarkan uji laboratorium di SMK Negeri 3, 1 kg plastik menghasilkan 1 liter BBM.

Proses membuatnya mudah, limbah plastik dicacah dan dimasukkan ke tabung penyulingan dengan temperatur 250-400 derajat celsius. Uap yang dihasilkan itu diambil dan didinginkan hingga cair dan menjadi minyak. "Lalu dijernihkan untuk membedakan yang menyerupai bensin dan minyak tanah," jelas Tri. Menurutnya, BBM dari bahan plastik itu setara dengan premium.

Plastik

Penentuan menggunakan limbah plastik itu ternyata melalui proses yang lama. Sebelumnya, Tri menggunakan getah buah, polimer plastik, rumput, dan air. Pada 2009, Tri bahkan pernah memanfaatkan air dari lumpur Lapindo, tapi hasilnya kurang optimal.

Keputusan menggunakan plastik itu diambil setelah Tri melakukan kunjungan industri ke Yogyakarta. Ia bertemu dengan Prof Bambang Setiaji, Guru Besar UGM yang memunculkan ide plastik.

Plastik ternyata mengandung minyak. Bila didistilasi atau dipanaskan melalui proses penyulingan, plastik bisa menjadi BBM. Namun, itu bergantung pada jenis plastiknya. Plastik yang bisa disuling antara lain plastik polietilena (PE), polypropylene carbonate (PPC), polyethylene terephthalate (PET), density polyethylene (DPE), dan low-density polyethylene (LDPE). "PE lebih mudah diekstraksi dan relatif murni sehingga tidak sulit memurnikannya," ujar Tri.

Direspons

Secara perlahan karya Tri itu mencuat dan pesanan pun berdatangan. Permintaan muncul di antaranya dari Pusdiklat Zeni Bogor, Kantor BLH Papua, Pemkot Madiun, Pemprov Jatim, sejumlah LSM lingkungan (Toyota), dan kantor BLH di kabupaten serta kota di Jawa Timur. Pemprov Jatim bahkan memesan sebanyak 16 unit dan Pemkot Madiun 15 unit.

"Ini masih belum terhitung yang pesan perorangan. Sejak karya kita terekspos besar-besaran di media, banyak perorangan datang memesan alat itu," jelas Tri dengan bangga. Alat pengolahan limbah itu dibanderol Rp2,6 juta/unit.

Selain menerima pesanan, Tri diundang memberikan pelatihan di sekolah kejuruan di Indonesia dan luar negeri. Terakhir ia ke Vietnam atas undangan sebuah perusahaan yang kini juga ikut dalam pengembangan peralatan daur limbah plastik menjadi BBM itu.

"Terus terang, saya senang sekali dengan sambutan itu. Semoga karya ini bermanfaat bagi kepentingan banyak orang," harap Tri. (mediaindonesia.com/ humasristek)



http://www.ristek.go.id/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar