Tanaman jambu mete, kakao dan kopi di samping
menghasilkan produk utama berupa kacang atau biji, juga menghasilkan
produk sampingan limbah berupa buah semu mete, cangkang kakao dan kulit
buah kopi. Dipandang dari aspek pakan ternak, produk limbah memiliki
potensi untuk diolah sebagai bahan pakan penguat (konsentrat) yang
dapat dimanfaatkan untuk mengganti dedak sebagai komponen penting dalam
ransum ternak, baik ternak ruminansia (sapi, kambing, kerbau) maupun
ternak monogastrik (unggas seperti ayam, itik).
Nilai potensi limbah tersebut cukup besar, yaitu pada jambu mete limbahnya berupa buah semu mencapai ± 91% dari total berat buah basah, pada kakao limbahnya berupa cangkang mencapai ± 73% dari total berat buah buah basah, dan pada kopi limbah kulitnya mencapai ± 48% dari total berat buah basah. Akan
tetapi limbah-limbah tersebut memiliki beberapa kelemahan antara lain :
(1) kandungan gizi terutama proteinnya relatif rendah, (2) mengandung
senyawa-senayawa yang dapat menghambat petumbuhan seperti theobromin
pada kakao dan asam anarcadat pada buah semu mete, (3) kandungan serat
kasar yang tinggi, dan (4) kandungan air yang tinggi sehingga mudah
rusak membusuk. Sehingga untuk mengatasi kelemahan-kelemahan tersebut
dan meningkatkan mutu gizi serta daya simpannya, maka limbah tersebut
harus diolah terlebih dahulu sebelum dipergunakan sebagai pakan ternak.
1. Pencacahan
Tujuan pencacahan adalah memperkecil bentuk limbah,
sehingga lebih mudah untuk difermentasi. Oleh karena itu pencacahan
perlu dilakukan pada limbah jambu mete dan kakao, mengingat kedua jenis limbah ini bentuknya
terlalu besar, sehingga akan sulit untuk difermentasi. Pencacahan dapat
dilakukan secara manual dengan pisau atau golok, tetapi agar lebih
efisien pencacahan sebaiknya dilakukan dengan alat mesin
pencacah. Dimana setelah pencacahan limbah jambu mete dan kakao, akan
berbentuk serpihan-serpihan berukuran 2–5 cm. Sebaiknya proses
pencacahan dilakukan segera setelah buah dipanen, agar limbah masih
dalam kondisi segar.
2. Fermentasi.
Proses fermentasi dilakukan untuk meningkatkan mutu
gizi limbah serta menekan kadar senyawa-senyawa yang dapat menghambat
pencernaan. Fermentasi dapat dilakukan dengan beberapa jenis mikroba,
diantaranya yang efektif adalah Aspergillus niger. Sebelum digunakan,
Aspergillus niger dilarutkan dengan air yang steril tanpa kaporit.
Seperti air mata air atau air sumur yang bersih, bisa menggunakan air
hujan atau air sungai, tapi harus dimasak lebih dahulu untuk membunuh
mikroba yang ada, kemudian didinginkan.
1. Kedalam 10 liter air larutkan 100 g gula pasir, 100 g urea dan 50 g NPK.
2. Selanjutnya tambahkan 100 ml Aspergillus niger, lakukan pengadukan.
3. Larutan diaerasi selama 24–36 jam, setelah itu larutan Aspergillus niger dapat dipergunakan.
Proses fermentasi bisa dilakukan dalam kotak, atau
di atas anyaman bambu/para-para atau di atas lantai yang dilapisi dengan
kayu/bambu, yang penting tempatnya harus teduh beratap agar bahan tidak
terkena hujan atau sinar matahari. Bahan limbah yang telah siap
difermentasi ditaburkan pada permukaan media setebal 5–10 cm,
selanjutnya disiram dengan larutan Aspergillus niger secara merata.
Penyiraman bisa dilakukan dengan tangan, tetapi lebih baik dengan gembor
atau sprayer agar lebih merata.
Diatas tumpukan bahan yang telah tersiram larutan
Aspergillus niger ditaburkan lagi limbah setebal 5–10 cm, selanjutnya
disirami larutan Aspergillus niger secara merata. Demikian seterusnya,
sehingga bahan habis tertumpuk dan tersiram cairan Aspergillus niger.
Selanjutnya diatas tumpukan limbah ditutup dengan
goni atau plastik yang bersih secara rapat agar terlindung dari mikroba
lain, dan dibiarkan hingga 4–5 hari. Setelah umur 4- 5 hari, baru dibongkar, selanjutnya dikeringkan.
3. Pengeringan.
Pengeringan bisa dilakukan dengan sinar matahari
atau dengan alat dryer, dengan tujuan untuk menghentikan proses
fermentasi, disamping itu pengeringan juga untuk mempermudah proses
penggilingan serta memperpanjang daya simpan, karena kadar air akan
turun hingga 12–14%. Limbah olahan yang telah kering, akan ditandai
dengan tekstur yang keras dan warna yang kehitam-hitaman.
4. Penggilingan.
Penggilingan dimaksudkan agar limbah bentuknya lembut seperti tepung sehingga ternak mudah memakan dan mencernanya. Disamping
itu, penepungan akan memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan dan
pencampuran pada saat diberikan pada ternak. Penggilingan secara efisien
bisa dilakukan dengan menggunakan alat mesin penggiling. Dalam proses
penggilingan ukuran serbuk bisa diatur. Untuk pakan ternak ruminansia,
ukurannya bisa agak kasar, sedangkan untuk babi atau ayam sebaiknya
bentuknya lebih lembut. Hal ini bisa dilakukan dengan menggunakan
saringan dengan ukuran lubang yang berbeda.
5. Pengemasan
Tepung konsentrat bisa langsung diberikan pada
ternak, bisa pula disimpan dalam waktu yang cukup lama yaitu 6–10 bulan.
Agar bahan tidak cepat rusak dan mutunya dapat dipertahankan dalam
penyimpanan tepung limbah perlu dilakukan pengemasan dengan wadah
plastik atau goni, dan diikat atau dijahit agar tidak kemasukan serangga
atau mikroorganisme perusak, serta disimpan ditempat yang kering dan
teduh.
Tepung konsentrat limbah jambu mete, kakao dan kopi bisa
diberikan sejak ternak masih kecil, fase pertumbuhan, hingga fase
reproduksi. Untuk ternak ruminansia pada saat masa menyusui atau
prasapih pakan diberikan melalui induknya. Selanjutnya, pemberian pakan
bisa dilakukan secara berangsur-angsur sesuai dengan bertambahnya umur.
Ternak sapi atau kambing muda dapat dibiasakan
mengonsumsi konsentrat hingga tiba masa pascasapih.
Selanjutnya, konsentratbisadiberikan langsung pada ternak yang telah
melewati masa pascasapih tersebut. Sementara itu, pada ternak
monogastrik tepung konsentrat bisa diberikan secara langsung sejak fase
starter hingga fase reproduksi (bertelur).
Dalam penggunaan untuk ternak ruminansia, tepung
konsentrat merupakan pakan penguat, hijauan tetap diberikan, sedangkan
pakan penguat sebagai pakan tambahan untuk mempercepat pertumbuhan atau
meningkatkan produksi susu. Tepung konsentrat bisa
dijadikan pengganti dedak, dengan dosis pemberian 0,7–1,2% dari berat
hidup ternak. Pada awal pemberian, sebagian ternak tidak segera
mengonsumsi konsentrat limbah jambu mete, kakao dan kopi dengan lahap.
Ternak memerlukan waktu untuk beradaptasi untuk mengkonsumsinya, oleh
karena itu agar ternak lebih berselera mengkonsumsi pakan pada tahap
awal, tambahkan sedikit garam, gula merah, atau tetes tebu ke dalam
tepung konsentrat untuk merangsang nafsu makan. Adapun pada ternak
monogastrik, tepung konsentrat bisa dijadikan komponen penyusun ransum
sebagai pengganti dedak, untuk tepung konsentrat limbah jambu mete dan
kakao, dosis penggunaannya bisa mencapai 20– 22%, sedangkan untuk tepung
konsentrat limbah kopi dosis penggunaannya mencapai 10 –15% dari berat ransum. (balittri.litbang.deptan.go.id)
Apabila Anda mempunyai kesulitan dalam pemakaian / penggunaan chemical , atau yang berhubungan dengan chemical,oli industri, jangan sungkan untuk menghubungi, kami akan memberikan konsultasi kepada Anda mengenai masalah yang berhubungan dengan chemical.
BalasHapusSalam,
(Tommy.k)
WA:081310849918
Email: Tommy.transcal@gmail.com
Management
OUR SERVICE
Boiler Chemical Cleaning
Cooling tower Chemical Cleaning
Chiller Chemical Cleaning
AHU, Condensor Chemical Cleaning
Chemical Maintenance
Waste Water Treatment Plant Industrial & Domestic (WTP/WWTP/STP)
Degreaser & Floor Cleaner Plant
Oli industri
Rust remover
Coal & feul oil additive
Cleaning Chemical
Lubricant
Other Chemical
RO Chemical